Beberapa Jenis Persembahan:
Canang Genten
Sebagai
alas dapat digunakan taledan, ceper ataupun daun pisang yang berbentuk
segi empat. Diatasnya berturut-turut disusun perlengkapan yang lain
seperti: bunga dan daun-daunan, porosan yang terdiri dari satu/dua
potong sirih diisi sedikit kapur dan pinang, lalu dijepit dengan
sepotong janur, sedangkan bunganya dialasi dengan janur yang berbentuk
tangkih atau kojong. Kojong dengan bentuk bundar disebut "uras-sari".
Bila
keadaan memungkinkan dapat pula ditambahkan dengan pandan-arum,
wangi-wangian dan sesari (uang). Waulupun perlengkapan banten ini sangat
sederhana, tetapi hampir semuanya mempunyai arti simbolis antara lain:
jejaitan/tetuwasan reringgitan, melambangkan kesungguhan hati,
daun-daunan melambangkan ketenangan hati. Sirih, melambangkan dewa
wisnu, kapur melambangkan dewa siva, pinang melambangkan dewa brahma,
suci bersih, dan wangi-wangian sebagai alat untuk menenangkan pikiran
kearah kesegaran dan kesucian.
Canang ini, baik besar maupun
kecil bahkan selalu digunakan untuk melengkapi sesajen-sesajen yang
lain, hanya saja bentuk alat serta porosannya berbeda-beda. Kembali ke atas
Canang Buratwangi
Bentuk
banten ini seperti canang genten dengan ditambahkan "burat wangi" dan
dua jenis "lenga wangi". Ketiga perlengkapan tersebut masing-masing
dialasi kojong atau tangkih. Burat wangi dibuat dari beras dan kunir
yang dihaluskan dicampur dengan air cendana atau mejegau. Ada kalanya
dicampur dengan akar-akaran yang berbau wangi. Lenga Wangi ( minyak
wangi) yang berwarna putih dibuat dari menyan, 'malem" ( sejenis lemak
pada sarang lebah), dicampur dengan minyak kelapa. Lenga wangi (minyak
wangi) yang berwarna kehitam-hitaman dibuat dari minyak kelapa dicampur
dengan kacang putih, komang yang digoreng sampai gosong lalu dihaluskan.
Ada kalanya campuran tersebut dilengkapi dengan ubi dan keladi
(talas), yang juga digoreng sampai gosong. Biasanya untuk memperoleh
campuran yang baik, terlebih dahulu minyak kelapa dipanaskan, kemudian
barulah dicampur dengan perlengkapan lainnya. Secara keseluruhan
"lenga-wangi" dan "burat-wangi" melambangkan Hyang Sambhu. Menyan
melambangkan Hyang Siva, Majegau melambangkan Hyang Sadasiva sedang
cendana melambangkan Hyang Paramasiva.
Banten ini dipergunakan
pada hari-hari tertentu seperti pada hari Purnama, Tilem, hari raya
Saraswati dan melengkapi sesajen-sesajen yang lebih besar. Kembali ke atas
Canang Sari
Bentuk
banten ini agak berbeda dengan banten/canang genten sebelumnya, yaitu
dibagi menjadi dua bagian. Bagian bawahnya bisa berbentuk bulat ataupun
segiempat seperti ceper atau taledan. Sering pula diberi hiasan
"Trikona/plekir" pada pinggirnya. Pada bagian ini terdapat pelawa,
porosan, tebu, kekiping (sejenis jajan dari tepung beras), pisang emas
atau yang sejenis dan beras kuning yang dialasi dengan tangkih. Dapat
pula ditambah dengan burat wangi dan lengawangi seperti pada canang
buratwangi. Di atasnya barulah diisi bermacam-macam bunga diatur seindah
mungkin dialasi dengan sebuah "uras sari/sampian uras".
Canang
sari dilengkapi dengan sesari berupa uang kertas, uang logam maupun uang
kepeng. Perlengkapan seperti tebu, kekiping, dan pisang emas disebut
"raka-raka". Raka-raka melambangkan Hyang Widyadhara-Widyadhari. Pisang
emas melambangkan Mahadewa, secara umum semua pisang melambangkan Hyang
Kumara, sedangkan tebu melambangkan Dewa Brahma.
Canang sari
dipergunakan untuk melengkapi persembahan lainnya atau dipergunakan pada
hari-hari tertentu seperti: Kliwon, Purnama, Tilem atau persembahyangan
di tempat suci. Kembali ke atas
Canang Pesucian
Canang
ini disebut juga canang pengeraos yang terdiri atas dua buah aled atau
ceper. Pada bagian bawah berisi kapur, pinang, gambir, tembakau yang
dialasi dengan kojong. disusuni beberapa lembar daun sirih, sedangkan
aled atau ceper yang lain berisi bija serta minyak wangi yang dialasi
celemik atau kapu-kapu kemudian dilengkapi bunga yang harum. Kembali ke atas
Tadah Pawitrah / Tadah Sukla
Bentuknya
seperti canang genten ditambahkan dengan pisang kayu yang mentah,
kacang komak, kacang putih, ubi dan keladi. Semua perlengkapan digoreng
dan masing-masing dialasi tangkih dan kojong. Banten ini dipergunakan
untuk melengkapi beberapa jenis sesajen seperti: daksina Pelinggih dan
lain-lainnya. Kembali ke atas
Cane
Dipakai
sebuah dulang kecil dihiasi dengan sesertiyokan dari janur.
Ditengah-tengahnya ditancapkan batang pisang. Disekitarnya diisi
perlengkapan lain seperti: Bija, Air cendana dan burat wangi,
masing-masing dialasi dengan empat buah tangkir atau mangkuk kecil.
Dilengkapi pula dengan kojong empat buah yang berisi tembakau, pinang
dan lekesan yaitu, 2 lembar sirih yang dilengkapi dengan gambir dan
kapur dan diikat dengan benang. Dapat pula ditambah dengan rokok dan
korek api sebanyak empat batang.
Bunganya ditancapkan menlingkar
pada batang pisang dan paling diatas diisi cili atau hiasan-hiasan
lainnya. Cane dipergunakan terutama pada waktu upacara melasti dijunjung
mendahului pratima atau dasksina pelinggih. Cane juga digunakan pada
rapat-rapat desa adat untuk memohon agar pertemuan berjalan lancar.
Setelah pertemuan selesai, cane akan dilebar yaitu dengan jalan
membagi-bagikan air cendana, Bidja, Bunga serta perlengkapan lainnya. Kembali ke atas
Canang Meraka
Sebagai
alas dari canang ini digunakan ceper atau tamas, diatasnya diisi tebu,
pisang, buah-buahan, beberapa jenis jajan dan sebuah "sampian" disebut
"Srikakili" dibuat dari janur berbentuk kojong diisi plawa, porosan
serta bunga. Sesungguhnya masih banyak jenis-jenis canang tubungan,
Canang Gantal, Canang Yasa. Canang pengraos dan lain-lain.
Pada
umumnya bahan yang diperlukan hampir sama, hanya bentuk porosan dan cara
pengaturannya yang berbeda. Rupanya pemakaian sirih, kapur dan pinang
mempunyai dua fungsi sebagai simbul atau lambang yaitu:
- Sirih melambangkan Dewa Wisnu
- Pinang melambangkan Dewa Brahma
- Kapur melambangkan Dewa Siwa
Untuk persembahan biasa berfungsi sebagai makanan, dalam hal ini penggunaannya dilengkapi dengan tembakau dan gambir. Kembali ke atas
Daksina
Alas
Daksina disebut wakul Daksina atau bebedogan. Kedalamnya berturut-turut
dimasukan tampak (sejenis jejahitan berbentuk silang atau tampak dara)
beras, sebutir kelapa yang sudah dikupas sampai bersih (mekelas), serta
beberapa perlengkapan yang dialasi dengan kojong seperti telur itik yang
mentah, bija ratus (campuran berbagai biji-bijian), gantusan (campuran
berbagai jenis bumbu), Kelawa peselan (Daun salak, ceruring,
Manggis,durian, dll), base-tampel, kemiri (tingkih), tangi, Pisang kayui
yang mentah, uang, canang payasan, yaitu sejenis canang genten tetapi
alasnya berbentuk segitiga ditempelin dengan reringgitan yang khusus.
Dapat pula dilengkapi dengan canang buratwangi atau canang sari atau
yang lain.
Perlengkapan seperti telur itik uang, ataupun gantusan
kiranya dapat digolongkan buah sebab pengertian buah mempunyai arti
yang agak luas. Persembahan yang berupa daksina dianggap sudah lengkap
sebagai mana disut dalam Bagawadgitha. Disamping itu penggunaan telir
itik dan uang rupanya mempunyai fungsi tersendiri secara umum kelapa
dapat digolongkan sebagai buah, tatapi yang lebih diutamakan airnya.
Diusahakan
mempergunakan telur itik bukan telur ayam sebab itik lebih banyak
menunjukan sifat-sifat satwam sedangkan ayam lebih banyak menunjukan
sifat rajas dan tamas oleh karena itu pula beberapa daksina terutama
yang melambangkan bhutkala dipergunakan telur ayam, tetapi bila
ditujukan kepada Hyang Widhi para Dewat dan Leluhur sedapat mungkin
dipergunakan telur itik. Penggunaan uang yang disebut pula sesari atau
akah kiranya untuk menyempurnakan isi daksina sehingga persembahan yang
dilengkapi dilengkapi dengan daksina benar-benar diharapkan memberikan
kesukseskan atau hasil yang sebagai mana diharapkan.
Daksina
disebut Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daipada yadnya.
Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima
kasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya
perwujudan atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan
bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut
adalah nama lain dari Dewa Siwa. Kembali ke atas
Ajuman
Bahan
perlengkapan yang diperlukan untuk membuat ajuman adalah: nasi yang
disebut "penek" atau "telompokan", beberapa jenis jajan, buah-buahan,
lauk pauk berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri,
telor, terung, timun, taoge (kedelai), daun kemangi (kecarum), garam,
dan sambal. Sebagai alasnya dapat digunakan "taledan" atau yang lainnya.
Di atasnya diisi dua buah penek, lauk pauk yang dialasi dengan tangkih
berbentuk segitiga, jajan buah-buahan dan sampaian soda (sampian ajuman)
berbentuk tangkih. Kadang bagian atasnya dibuat agak indah seperti
kipas disebut "sampian kepet-kepetan". Dapat pula dilengkapi dengan
canang genten/ canang sari/ canang burat wangi.
Ajuman disebut
juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun
melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para
leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi
kuning, disebut "perangkat atau perayun" yaitu jajan serta
buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya
masing-masing dialasi ceper /ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek
yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah canang pesucian, canang burat
wangi atau yang lain. Kembali ke atas
Peras
Perlengkapan
serta cara penyusunannya hampir sama dengan ajuman, tetapi nasinya
berbentuk tumpeng (dua buah), alasnya ditempeli "Kulit-peras" yaitu
sejenis jejahitan yang khusus, sedangkan sampaiannya disebut Sampian
Tupeng (Sampian Peras).
Banten ini boleh dikatakan tidak pernah
dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten yang lain
seperti: daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam beberapa
hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih.
Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya
pimpinan upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan
menaburkan beras yang ada dibawahnya. Pada lontar Yajna-prakerti disebut
bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti.
Kiranya kata
"Peras" dapat diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak"
mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen untuk
mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi
dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan perasida",
yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu banten peras selalu
menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai
tujuan-tujuan tertentu. Kembali ke atas
Banten Jotan
Banten
jotan (saiban) disebut pula "Yajnasesa", merupakan yadnya setiap hari
bagi umat Hindu di Bali khususnya. Di India juga dapat ditemukan hal
yang sama. Bahan perlengkapannya adalah: sedikit nasi, garam, serta lauk
pauk lainnya yang baru dimasak. sebagai alas dapat dipakai daun atau
piring kecil-kecil. Kembali ke atas
Banten Suci
Alas
dari banten suci ini adalah beberapa buah tamas. Warna jajan yang
dipergunakan adalah putih dan kuning, jajan yang berwarna putih
ditempatkan disebelah kanan dan yang kuning ditempatkan disebelah kiri.
Di antara jajan tersebut ada yang dinamakan "sasamuhan" terbuat dari
tepung beras yang dicampur sedikit tepung ketan, parutan kelapa serta
air. Campuran tersebut lalu dibentuk kemudian digoreng. Jajan-jajan
tersebut ada yang diberi nama: Kekeber, Kuluban, Puspa, Karna,
Katibuan-udang, Panji, Ratu-magelung, Bungantemu dan lain sebagainya.
Yang
perlu diperhatikan di sini adalah perbandingan antara jajan yang
berwarna putih hendaknya lebih banyak dari pada jajan yang berwarna
kuning, misalnya 12:6, 9:5, 7:5, 5:4, dst.
Pada banten suci tiap
tempat /tamas diisi perlengkapan yang jumlahnya telah ditentukan,
seperti: tamas yang paling bawah berisi pisang, tape, buah-buahan,
masing-masing 5 biji/iris, jajan sesamuhannya 1 biji tiap jenis: tamas
yang kedua berisi 2 biji/iris, dst. Secara sederhana 1 soroh suci
terdiri dari: Suci, daksina, peras, ajuman, tipat kelan, duma (sejenis
banten) pembersihan, canag lengawangi/ buratwangi, canang sari dan buah
pisang. Pada upacara yang agak besar dilengkapi dengan perayunan. Kembali ke atas
Banten Gebogan/Pajegan
Gebogan
atau pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan
rangkaian makanan termasuk juga buah-buahan dan bunga-bungaan. Umumnya
dibawa dan ditempatkan dipura dalam rangkaian upacara Panca Yadnya. Ini
karena keindahan bentuknya, hanya digunakan hanya sebagai dekorasi. Kembali ke atas
Penjor
Pejor
adalah sarana keagamaan sebagai persembahan dan juga perlambangan
Gunung Agung, Naga Basuki dan Naga Ananta Boga.Penjor dipasang pada hari
penampahan Galungan di depan pintu masuk sebagai pertanda kemenangan
dharma. Penjor dengan segala perlengkapannya, yang menggunakan hiasan
seperti daun daunan, ibi ubian, buah buahan, jenis jajan, kain uang
kepeng sebagai simbul dari Naga Anantha Bhoga dan Naga basuki.
Kedua
Naga ini perlambang anugrah dari Hyang Widhi. Naga Anantha Boga simbul
tanah yang dapat membrikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi kehidupan
manusia. Sedangkan Naga Basuki lambang keselamatan, yaitu selamat dari
penyakit, penderitaan. Itulah sebabnya, penjor menyerupai bentuk Naga,
dengan kepalanya di bawah penjor dilukiskan mulut dari naga.
Pada
hari Umanis galungan penjor tersebut digoyang goyangkan sedikit agar
dahan perlengkapan yang tergantung jatuh dengan maksud mohon anugrah
dari Hyang Widhi. Setelah budha keliwon Pegatwakan, 35 hari setelah
Galungan penjor dicabut dan sampahnya dibakar habis abunya dimasukan ke
dalam kelapa gading ditanam di depan rumah dengan harapan agar memberi
sesuatu kekuatan untuk memperkokoh jiwa agar penghuni menjadi selamat. Kembali ke atas
Lamak
Lamak
adalah suatu ukiran dari janur, daun enau baik yang warna hijau maupun
yang warna krem sebagai alas yang ditempatkan dalam suatu bangunan
pelinggih. Dalam lamak terdapat berbagai ukiran simbol-simbol keagamaan
yaitu: Simbul Gunungan atau kekayonan, Cili-cilian, Bulan, Bintang,
Matahari dan sebagainya. Penggunaannya dilengkapi denga Plawa, Canang
dan Dupa. Kembali ke atas
Kamis, 06 Juni 2013
5
Rare Angon: Banten sebagai "Sarana Persembahan"
Beberapa Jenis Persembahan: Canang Genten Sebagai alas dapat digunakan taledan, ceper ataupun daun pisang yang berbentuk segi empat. Diata...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar